PENILAIAN RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN SANITASI PADA DAERAH TERDAMPAK BADAI SEROJA DI KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN
Abstract
Pembangunan sektor sanitasi di Indonesia saat ini telah menjadi usaha bersama yang terkoordinir pada semua tingkatan pemerintah, organisasi berbasis masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat dan sektor swasta.5 Berdasarkan percepatan pembangunan sanitasi permukiman (PPSP) di Kabupaten Timor Tengah Selatan tahun 2018 bahwa, 76.7%, dengan cara dibakar, memilah sampah 5%, penggunaan jamban 97,5%, memiliki Saluran Pembuangan Air Limba (SPAL) 2,2%, sumber air terlindungi 21.3%, dan PHBS yaitu 73,2%. Kabupaten Timor Tengga Selatan (TTS) menjadi salah satu kabupaten yang Terdampak Badai Siklon Seroja tahun yang memperburuk kondisi sanitasi dan lingkungan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menilai risiko kesehatan lingkungan pasca bencana, guna memberikan rekomendasi intervensi yang tepat 2021.4 Penelitian ini bertjuan untuk menilai risiko kesehatan lingkungan setelah Badai Seroja di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Metode : Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yakni wawancara (interview) dan pengamatan (observation). Unit sampling dipilih secara proporsional dan random berdasarkan total RT di semua RW dalam setiap kelurahan atau Desa yang telah ditentukan Jumlah sampel RT perkelurahan atau perdesa 8 RT dan jumlah sampel per RT sebanyak 5 responden. total responden 800 dari 20 kelurahan atau desa. Analisis data mengunakan analisis univariat kemudian menghitung Indeks Risiko Kesehatan Lingkungan (IRKL) dilakukan secara deskriptif, untuk interpretasi tiap-tiap variabel. Hasil : Bahaya kesehatan lingkungan Pengelolaan sampah dengan membakar sebesar 61,3%. Bahaya kesehatan lingkungan Buang Air Besar (BAB) 96,8 tidak Buang Air Besar Sembarangan (BABS), Bahaya Kesehatan Lingkungan Sarana Pengolahan Air Limbah 92,9% belum memiliki sistim pengelolaan limbah rumah tangga, Perilaku berisiko BABS 96,8% tidak berisiko, Perilaku berisiko sarana pengolahan air minum 92,9% berisiko, Risiko genangan air 83,5% tidak berisiko, Indeks risiko kesehatan lingkungan rendah 6,3%, sedang 44,6%, tinggi 45,9%, sangat tinggi 3,3%. Simpulan : masyarakat berada dalam kondisi lingkungan yang mengandung potensi risiko kesehatan lingkungan yang nyata, Oleh karena itu, upaya perbaikan sanitasi, penyediaan air bersih, pengelolaan limbah, serta peningkatan edukasi kesehatan lingkungan perlu segera dilakukan secara sistematis dan menyeluruh.